Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaTeknologi

Polusi Udara Jakarta: Penyebab dan Dampaknya

60
×

Polusi Udara Jakarta: Penyebab dan Dampaknya

Sebarkan artikel ini
Polusi Udara di Jakarta

Jakarta IndonesiaBeritaHarian – Udara di Jakarta semakin tercemar oleh berbagai faktor, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya. Mari kita lihat beberapa penyebab buruknya kualitas udara di ibu kota.

Meskipun 50 persen Pegawai Negeri Sipil (ASN) di Jakarta bekerja dari rumah (WFH), kualitas udara di wilayah Jabodetabek masih tergolong tidak sehat.

Berdasarkan data dari IQAir, situs pemantau udara, kualitas udara di Jakarta dalam dua hari terakhir terkategori Tidak Sehat (Unhealthy).

Pada Senin (21/8), indeks kualitas udara di Jakarta mencapai 147, dan pada Selasa (22/8) meningkat menjadi 158. Data terbaru pada Rabu (23/8) pukul 06.00 WIB menunjukkan skor 157, yang masih dalam kondisi tidak sehat.

Sumber Polusi Udara

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengidentifikasi beberapa sumber polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.

“Kualitas udara yang buruk di suatu wilayah disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kendaraan bermotor dan sektor energi seperti PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap),” kata Ardhasena Sopaheluwakan, Plt. Deputi Bidang Klimatologi di BMKG.

“Walaupun kontribusi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan salah satu elemen yang berkontribusi pada penurunan kualitas udara, hal ini tidaklah menjadi satu-satunya pemicu masalah ini,” sambungnya.

Menurut Ardhasena, buruknya kualitas udara di suatu wilayah merupakan hasil dari berbagai aktivitas manusia, termasuk kendaraan bermotor dan sektor energi seperti PLTU.

Hasil dari penelitian Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2020 menunjukkan bahwa sektor pembangkit listrik, termasuk PLTU, hanya memberikan dampak sebesar 5,7 persen (peringkat ketiga) terhadap buruknya kualitas udara di Jakarta.

Baca Juga ini:  [Review Terlengkap] The Nun 2: Gak Nyangka tiba-tiba rilis!

“Sumber emisi dari transportasi masih menjadi yang terbesar dalam menyumbangkan polusi udara di Jakarta,” ungkap Ardhasena.

Sumber Polusi Utama

Berdasarkan data dari DLH DKI, sumber polusi di Jakarta pada tahun 2020 adalah sebagai berikut:

1. Transportasi (67,04 persen)
2. Industri (26,8 persen)
3. Pembangkit listrik (5,7 persen)
4. Perumahan (0,42 persen)
5. Komersial (0,02 persen)

Namun, penelitian dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) yang dirilis pada Agustus 2020 menunjukkan bahwa industri dan PLTU adalah penyumbang utama pencemaran udara di ibu kota.

Menurut CREA, terdapat 418 pabrik industri dalam radius 100 kilometer dari Jakarta, dan 136 di antaranya memiliki emisi tinggi.

“Hasil penelitian dari CREA menunjukkan bahwa sekitar 86% dari fasilitas yang memiliki tingkat kesulitan tinggi ini terletak di area di luar wilayah Jakarta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 62 fasilitas beroperasi di Jawa Barat, 56 di Banten, 1 di Jawa Tengah, dan 1 di Sumatera Selatan. Meskipun begitu, semua fasilitas ini tetap berada dalam jarak 100 kilometer dari Jakarta.

Pengaruh Angin

Berdasarkan pengamatan satelit TROPOMI terhadap Nitrogen Dioksida (NO2), Ardhasena mengungkapkan bahwa ada indikasi pencemaran udara lintas batas dari wilayah di luar Jakarta.

NO2 adalah salah satu polutan udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.

“Hal ini mungkin terjadi karena arah angin di sekitar wilayah Jakarta membawa emisi dari sumber lain,” jelas Ardhasena.

Namun, emisi lokal dari sektor-sektor seperti transportasi dan industri, baik di dalam maupun di sekitar Jakarta, juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kualitas udara di Jakarta.

Temuan dari CREA juga menyatakan bahwa aktivitas lintas batas yang mencemari udara mendukung pernyataan BMKG, dan sekaligus menyangkal klaim KLHK bahwa aktivitas PLTU, terutama di Suralaya, Banten, tidak memengaruhi kualitas udara di Jakarta.

Baca Juga ini:  Permintaan Maaf Menyentuh Juru Bicara Istana atas Istilah "Rakyat Jelata"

Dengan menggunakan model polusi udara The Air Pollution Model (TAPM) dan metode penyebaran Calpuff (simulasi dengan berbagai kondisi cuaca) selama tahun 2014, CREA menemukan bahwa emisi dari beberapa PLTU tersebut berdampak hingga ke Jakarta.

Dampak emisi dari PLTU pada kualitas udara di Jakarta juga bergantung pada arah angin, kecepatan angin, dan faktor atmosfer lainnya.

“Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa konsentrasi polusi di daerah utara Banten, lokasi pabrik Suralaya, tetap tinggi dan berperan dalam pencemaran udara di Jakarta sepanjang tahun. Puncak dampak tertingginya terjadi dari bulan Desember hingga April.”

Melalui berbagai sumber dan faktor yang saling terkait, polusi udara di Jakarta menjadi masalah yang kompleks. Upaya bersama dari berbagai sektor sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan ini dan menjaga kualitas udara yang sehat bagi seluruh penduduk.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *